“Sahabat sejatimu adalah orang yang berkata benar kepadamu, bukan yang selalu membenarkanmu.”
Kata bijak di atas
menyimpan pesan moral yang sangat mendalam, dan memberi pemahaman
bahwa sahabat sejati begitu langka, terlebih pada zaman ini, yang telah
mengalami pergeseran paradigma pemikiran jauh, termasuk arti sebuah
persahabatan.
Persahabatan saat ini lebih banyak
mengarah kepada materialisme. Gaya hidup konsumtif sudah menjadi
sindrom dan virus yang membuat manusia menjadikan orang-orang kaya dan
punya kekuasaan sebagai pilihan nomor wahid untuk menjadi teman bergaul
dan sahabat.
Padahal, persahabatan dalam makna yang benar adalah sebuah jalinan yang melibatkan luapan kecintaan karena Allah Subhânahu wata‘âlâ dan untuk Allah Subhânahu wata‘âlâ, sehingga dapat memiliki implikasi positif, baik dalam kondisi senang atau susah, berhasil atau gagal.
Persahabatan yang dibangun di atas pondasi niat yang tulus karena Allah Subhânahu wata‘âlâ akan kekal. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhânahu wata‘âlâ pada
Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena
keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam
lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali
perlindungan-Ku.” (HR. Muslim).
Persahabatan yang benar akan
menimbulkan rasa cinta dan sayang yang tulus, melahirkan kedamaian dan
ketenangan, sehingga orang lain terasa nyaman di sampingnya. Sahabat
sejati selalu jujur dan bicara benar apa adanya. Sahabat sejati tidak
akan membungkus pukulan dengan ciuman, tidak akan berbohong demi
kepentingan dan hasrat pribadinya.
Persahabatan sejati nan luhur ini ditunjukkan oleh baginda Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam dengan para sahabatnya. Sebagai teman, Rasul Shallallâhu ‘alaihi wasallam
mampu menjadi seorang ayah bagi orang-orang yang butuh kasih sayang,
menjadi pelindung bagi mereka yang tertindas, dan menjadi sahabat yang
hangat dan penuh keakraban.
Sebegitu pentingnya persahabatan, sehingga banyak etika yang diajarkan oleh Rasul Shallallâhu ‘alaihi wasallam
dalam menjaga kemurnian arti persahabatan. Hal ini tidak lain karena
sahabat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan, baik
dunia atau akhirat. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.”
(HR. Ahmad dan Tirmidzi). Makna Hadis ini adalah seseorang akan
cenderung berpikir, berbicara, dan berperilaku seperti kebiasaan
kawannya. Selain itu, teman juga bisa menjadi
cerminan terhadap orang lain. Terkadang untuk melihat baik dan tidaknya
seseorang dengan cara melihat temannya; bila temannya baik, maka ia
akan dianggap baik. Begitupun sebaliknya.
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa
betapa besar pengaruh baik dan buruknya berteman, karenanya sangatlah
penting bersikap selektif dalam mencari teman.